THE SINGING LECTURER - Riko Okelo

THE SINGING LECTURER

                                           Merilis lagu ciptaan sendiri adalah impian saya sejak remaja.
Perkembangan teknologi membuatnya jadi nyata.
- Riko Okelo -

RIKO OKELO adalah pendatang baru di kancah musik industri Indonesia. Lewat single perdana bertajuk “Soempah Mati”, penyanyi solo dan juga penulis lagu yang juga berprofesi sebagai dosen tetap di Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta, ini menulis dan memproduksi single-nya ini sendiri tanpa label rekaman.

“Saya bukan antilabel rekaman, baik Indie maupun Major. Saya sadar diri belum bisa penuh waktu di musik sehingga memutuskan untuk memproduksi sendiri lagu-lagu saya. Memproduksi sendiri membuat saya lebih mudah mengatur waktu antara menjalankan tri dharma perguruan tinggi sebagai dosen dan bermusik,” kilahnya.

Sebenarnya, pengajar dengan jabatan akademik Asisten Ahli bidang Ilmu Filsafat ini mulai berkecimpung di musik sejak remaja. Bermula dari teman SMP-nya, Bustami Arifin (Ade), yang mendorongnya untuk membentuk grup band. Ade memperkenalkannya dengan teman-temannya untuk membentuk grup band bersama Riko. Dengan ketrampilan pas-pasan, Riko memainkan alat musik Keyboard dan Vokal.

“Saat itu, musik barat yang digemari remaja seusia saya cenderung bergenre cadas, seperti yang diusung oleh grup band Nirvana, Guns and Roses, Ugly Kid Joe, atau Metallica. Sementara saya sendiri lebih cenderung ke grup band atau penyanyi solo yang cenderung lintas genre atau agak balada, seperti, Queen, The Police, Richard Marx,  Sting, Phil Collins, Air Supply, Mr. Big, Extreme, dan sejenisnya.  Perbedaan jenis musik ini tentu saja membuat band saya kurang populer di kalangan teman-teman hehe …,” ujarnya terkekeh.

Nasib tanpa popularitas di antara teman sekolahnya ini pun kembali terulang saat nge-band di bangku SMA. Penyuka kuliner Pekalongan ini memang sempat nge-band dengan teman-teman SMA-nya, tapi hanya sebentar. Tawaran nge-band dengan pemilik studio musik Gibast di sekitar Kebon Baru, Tebet, membuatnya lebih banyak menghabiskan waktu di situ ketimbang bersama teman-teman SMA-nya.

“Saya punya mimpi ingin segera merilis lagu sendiri. Saya merasa tidak ada salahnya bergabung di situ. Terlebih, personilnya bukan anak-anak seusia lagi. Rata-rata sudah selesai sekolah,” kenangnya penuh semangat.

Alih-alih terwujud, dia mengalami nasih yang sama seperti masa SMP, tidak “dikenal” oleh teman sekolahnya sebagai anak band. Personilnya yang bukan sesama teman sekolah seolah-olah menjadi alibi tidak dimungkinkannya dia tampil di acara-acara musik di sekolah yang berlokasi di bilangan Tebet.

“Pada acara perpisahan SMA kakak kelas di Gedung Aneka Tambang (Antam) di bilangan TB. Simatupang 24 tahun silam, band saya diberikan kesempatan manggung dan ditampilkan di urutan buncit. Tersisalah kurang dari sepuluh orang siswi yang bertahan di bangku penonton. Sedih sekali melihat penonton berbondong bubar di saat teman-teman saya sedang memasang alat-alat. Jika tidak disemangati agar tetap tampil oleh siswi yang tersisa itu dan personil band saya, ingin rasanya batal tampil saja,” kenangnya pahit.

Toh, Riko sedikit terhibur ketika para siswi itu menyempatkan mengambil gambar dirinya saat manggung. Belakangan, foto saat manggung itu diberikan kepadanya. Tapi, entah di mana sekarang rimbanya foto itu. Terlebih, dia tidak terlalu pede dengan sosok dirinya di foto atau video. (Manajemen)


THE SINGING LECTURER THE SINGING LECTURER Reviewed by Manajemen on 4/06/2020 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.